Alhamdulillah & terima kasih anda berkunjung di blog ini, mohon saran dan masukan yang positif

Selasa, 10 Juli 2007

Di Antara Kerasnya Batu-batu


Letak bukit-bukit batu itu tidak terlalu jauh dari Palangka Raya, ibukota Propinsi Kalimantan Tengah, hanya kerjarak 34 Km ke arah Barat Laut, tepatnya di Kelurahan Banturung dan Tangkiling Kecamatan Bukit Batu. Apabila kita melintasi kawasan bukit batu di sebelah kiri Jalan Raya Palangka Raya – Kasongan tersebut, pemandangan sebuah bukit batu terlihat sangat eksotik dibalik pemukiman penduduk dan rerimbunan pohon. Batu-batu besar berwarna hitam kelabu menyerupai sekawanan gajah yang bergerombol, bertumpuk menjulang ke langit. Uniknya, di antara gerombolan batu tersebut terselip pohon-pohon dan rerumputan, menjadi mozaik hijau yang artistik. Bukit inilah yang terkenal di kalangan masyarakat Palangka Raya dan sekitarnya, bernama Bukit Tangkiling yang selanjutnya ditetapkan sebagai nama bagi 2 kawasan konservasi : Cagar Alam (CA) dan Taman Wisata Alam TWA) Bukit Tangkiling.


Di dalam kedua kawasan tersebut terdapat sembilan bukit batu serupa yang tersebar mengelompok di dalam areal yang kompak. Sebanyak 5 bukit batu di Kawasan TWA yaitu Bukit Tangkiling, B. Batu/Tunggal, B. Liau, B. Buhis dan B. Baranahu, sedangkan 4 bukit batu lainnya di Kawasan CA yaitu B. Tisin, B. Tabala, B. Klawit dan B. Bulan. Disamping itu topografi kawasan konservasi ini bervariasi mulai dari dataran rendah yang landai, topografi bergelombang sampai berbukit dengan kelerengan yang sangat curam/terjal dengan ketinggian tempat bervariasi 25 - 158 m dpl. Jenis tanah didominasi tanah litosol-podsolik berwarna coklat kekuning-kuningan yang termasuk jarang ditemui di sekitar Kota Palangka Raya. Pada masing-masing kondisi topografi memiliki kekhasan penutupan lahan mulai dati tipe hutan rawa, hutan hujan tropika dataran rendah, padang rumput dan hutan hujan tropika perbukitan. Berdasarkan kenampakan vegetasinya merupakan hutan sekunder dan sebagian hutan tanaman. Dengan kondisi bentang alam yang demikian, kedua kawasan tersebut terlihat berbeda secara menyolok dibandingkan dengan bentang alam di sekitar Kota Palanga Raya yang umumnya berupa hamparan pasir kuarsa maupun lahan gambut dengan vegetasi belukar rawa.
Namun demikian, kawasan yang eksotik tersebut pada saat ini masih menyimpan permasalahan besar dan cepat atau lambat mengancam keberadaan dan fungsinya sebagai kawasan konservasi. Permasalahan tersebut berawal justru dari keberadaan bukit batu tidak hanya unik tapi sekaligus potensial dan bernilai ekonomi tinggi untuk dieksploitasi sebagai bahan bangunan (material) baik pemukiman maupun pembuatan jalan. Kenyataannya, aktivitas penambangan batu (Galian tipe C) telah berlangsung cukup lama baik dilaksanakan oleh pemegang ijin usaha dari Pemerintah Kota maupun tanpa ijin (liar). Dari kepentingan inilah nampaknya berbagai permasalahan lain menggilinding bagai bola salju yang makin lama makin besar dan sulit diatasi.
Sejak ditetapkan menjadi kawasan konservasi oleh Menteri Pertanian melalui SK No. 46/Kpts/ Um/I/1977 tanggal 25 Januari 1977 dengan luas CA dab TWA Bukit Tangkiling masing-masing 2.061 Ha dan 533 Ha sampai saat ini status pengukuhan kawasan belum final. Berdasarkan hasil pengukuran tata batas di lapangan sesuai BAP Tata Batas tanggal 28 Agustus 1978 luas kawasan berubah menjadi 1.462 Ha dan 388 Ha. Menangapi penunjukan kawasan konservasi oleh Pusat, Gubernur Kalimantan Tengah melalui surat yang ditujukan ke Menteri Pertanian nomor : EK. 21/I/17 tanggal 1 Oktober 1980 mengusulkan peninjauan kembali atau pembatalan serta mengusulkan penggantian areal lain di luar kawasan sebagai Cagar Alam dan Taman Wisata Alam dengan alasan bahwa lokasi tersebut merupakan deposit batu gunung yang sangat diperlukan sebagai bahan bangunan di Kota Palangka Raya dan telah diusahakan sejak Tahun 1958. Disamping itu di dalam areal terdapat hak-hak masyarakat baik tanah, bangunan dan tanaman yang belum dibebaskan/diganti rugi. Menteri Pertanian melalui surat nomor : 199/Mentan/III/1981 tanggal 5 Maret 1981 menyatakan tidak keberatan untuk meninjau kembali/membatalkan SK Penunjukan dimaksud dengan syarat diupayakan areal pengganti Cagar Alam di Marang dan Taman Wisata Alam di Air Terjun Malou Besar dengan luas minimal sama. Pada perkembangannya kondisi Cagar Alam Marang telah rusak dan disarankan areal pengganti di Areal Konservasi Sebangau yang telah difasilitasi oleh WWF Indonesia. Untuk Taman Wisata Alam mengingat sulitnya aksesibilitas ke lokasi, disarankan Arboretum Nyaru Menteng sebagai areal pengganti.

Pembahasan terakhir pada rapat koordinasi instansi terkait dan tokoh masyarakat tanggal 20 April 1994 menghasilkan kesepakatan bahwa 5 (lima) bukit di dalam Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling yaitu Bukit Tangkiling, Bukit Baranahu, Bukit Buhis, Bukit Liau dan Bukit Batu (B. Tunggal) ditetapkan sebagai kawasan wisata perbukitan dengan luas kurang lebih 346 Ha. Berita Acara Pelaksanaan Tata Batas CA dan TWA Bukit Tangkiling tersebut telah ditandatangani oleh Walikota Palangka Raya dan isntansi terkait, namun belum ditandatangani oleh Gubernur Kalimantan Tengah maupun Direktur Bina Program, Direktorat Jenderal Kehutanan. Demikianlah sekelumit kisah tarik-menarik kepentingan seputar penetapan kawasan konservasi.

Yang lepas dari pembahasan selama proses penetapan berkepanjangan adalah semakin maraknya aksi penambangan batu yang mau tidak mau telah membuka aksesibilitas ke dalam dan memicu aksi okupasi kawasan. Parahnya okupasi ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat setempat untuk berladang, namun berkembang menjadi penkaplingan tanah dan areal berbatu oleh kalangan bermodal di kota. Rasanya tidak perlu dibicarakan lagi bagaimana percepatan kerusakan ekosistem terjadi, terlebih pada 4 bukit batu di kawasan CA Bukit Tangkiling yang diijinkan untuk dieksploitasi. Melihat kondisi riil, eksploitasi tidak hanya dilakukan pada areal yang diiinkan, namun telah merambah 5 bukit larangan, sehingga saat ini salah satu bukit di dalam TWA yaitu Bukit Batu telah rata dengan tanah dan 4 bukit lainnya telah dilukai disana-sini.

Yang paling menyedihkan adalah terkoyaknya sebuah Situs langka yang kaya sejarah dan legenda, yaitu Situs Batu Banama oleh aktivitas penambangan batu liar. Situs ini terletak di ceruk sebelah Barat lembah B. Tangkiling dan diapit 2 bukit batu lainnya, terdiri dari satu bongkahan batu besar menyerupai perahu (“banama” dalam bahasa dayak) dan beberapa bongkah batu lainnya. Di tengahnya mengalir anak sungai dari lereng bukit menuju desa di bawahnya dan bermuara di Sungai Rungan. Tempat ini sekaligus menjadi tempat yang sakral bagi pemeluk agama Kaharingan maupun Hindu. Di bagian tengah Situs terdapat beberapa bangunan miniatur rumah adat dayak kaharingan sebagai perlambang tempat bersemayamnya arwah yang telah meninggal dan di bagian atas ke arah bukit terdapat Pura Persembahyangan agama Hindu Bali. Keaslian dan keasrian pemandangan tiba-tiba terusik manakala melihat bagian bawah Batu Banama dan beberapa batu lainnya telah rompal akibat ulah tangan tak bertanggungjawab.

Baiklah kita melupakan sejenak bebagai masalah di atas, selanjutnya pembicaraan kita alihkan pada kenyataan lain yang cukup menggembirakan, yaitu kesadaran akan pentingnya keberadaan objek wisata alam (eko tourisme) bagi masyarakat. Telah sekian lama masrayakat Kota Palangka raya dan sekitarnya memanfaatkan hari libur mereka dengan menikmati suasana dan panorama indah Bukit Tangkiling bersama keluarga. Agaknya mereka sadar bahwa keberadaan Taman Wisata Alam merupakan suatu kebutuhan dan itu sangat sulit didapatkan di tempat wisata lainnya. Kunjungan ke tempat ini semakin meningkat seiring laju pertumbuhan penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat dan aktivitas tersebut berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi warga setempat diantaranya dengan berjualan makanan ringan maupun menjual hasil kebun untuk oleh-oleh pengunjung. Denagn meluangkan waktu sejenak, tiba-tiba kita baru menyadari bahwa kita memiliki aset yang begitu berharga dan sangat kita butuhkan. Inilah yang akhir-akhir ini ditangkap oleh Pemerintah Daerah baik propinsi maupun kota, sehingga menginstruksian untuk melakukan pembenahan terhadap objek wisata alam Bukit Tangkiling.

Pembenahan diawali dari penelusuran riwayat penetapan status kawasan, identifikasi permasalahan dan reorientasi batas kawasan seabagai dasar untuk pengukuhan kawasan. Dari hasil identivikasi permasalahan dapat disimpulkan bahwa 4 bukit di kawasan CA dan 1 bukit di kawasan TWA yang telah dieksploitasi relatif telah rusak dan berubah bentang alamnya, sehingga tidak layak untuk dipertahankan menjadi kawasan konservasi. Namun kawasan tersebut masih memiliki 4 bukit batu yang relatif masih asli dan asri serta tersebar dalam aeal yang kompak di dalam Kawasan TWA Bukit Tangkiling. Terlepas dari masalah penetapan status kawasan, kawasan ini serta Situs Batu Banama di dalamnya harus kita pertahankan. Inilah satu-satunya warisan yang dapat kita banggakan bagi generasi anak cucu kelak! Bukan cuma cerita masa lalu tentang kemegahan Bukit Batu dan Batu Banama sebagai pengantar tidur !.

Adapun segala permasalahan yang terlanjur menghadang di depan mata harus kita selesaikan dengan duduk bersama dengan hati dan pikiran jernih dan niat tulus untuk mencari jalan keluar terbaik. Pengelolaan selanjutnya bisa saja dengan sistem kolaborasi antara Pemerintah Pusat (Departemen Kehutanan) dan Pemerintah Daerah atau sistem apapun yang ditunjang dengan peran serta masyarakat setempat untuk diarahkan menjadi kawasan agrowisata.

Di akhir tulisan ini ada baiknya sejenak kita merenung : adakah kebuntuan lagi kalau semua hati dan pikiran telah mencair? Nampaknya kita harus kembali belajar dari apa yang telah dihadirkan oleh Situs Batu Banama : bahwa di antara kerasnya batu-batu, mengalirlah air jernih dan menyegarkan dari celah-celahnya !.


1 komentar:

Anonim mengatakan...

tulisan yang sangat menarik,,perjuangan kami untuk mempertahankan kawasan perbukitan tangkiling tidak akan pernah padam. kawasan ini merupakan ibu bagi kami anggota comodo mapala fe unpar, karena kami digembleng dan dididik untuk mencintai alam dan tanah air dikawasan ini. oya maaf sebelumnya, kami minta ijin menyalinartikelnya untuk di posting kedalam Blog kami.
salam lestari.