Alhamdulillah & terima kasih anda berkunjung di blog ini, mohon saran dan masukan yang positif

Rabu, 05 September 2007

Betang : Benteng Budaya Terakhir

Kalau Toraja terkenal dengan Tongkonan-nya dan Minangkabau dengan Rumah Gadang-nya maka tentu juga Anda tahu Dayak dengan Betang-nya. Dan kalau Anda melihat buku-buku lama karangan bangsa Eropa yang berhubungan dengan Kalimantan, banyak nampak gambar rumah-rumah yang besar, panjang dan tinggi, yang merupakan ciri paling mudah dikenal dari betang. Tetapi sayangnya, itu adalah kondisi 100 tahun yang lalu, ketika evolusi bangunan tempat tinggal orang Dayak belum terjadi, ketika modernisasi bangunan tempat tinggal belum terjadi. Kondisi saat ini sudah sangat jauh berbeda. Di kota-kota besar di Kalimantan seperti Palangka Raya, Banjarmasin, Balikpapan, dan Samarinda, sudah banyak rumah-rumah dan gedung-gedung modern yang terbuat dari bahan utama yaitu batu, atap genteng dan lainnya.


Orang Dayak asli mempunyai rumah yang besar-besar dan tinggi-tinggi, namanya dalam bahasa Dayak Kalimantan Tengah ialah betang. Di Kalimantan Timur, disebut Lamin. Panjang betang rata-rata antara 30 sampai 150 meter, lebarnya antara 10 sampai 30 meter dan tinggi tiangnya antara 2 sampai 4 meter dari tanah ke lantainya. Dengan ukuran dimensi seperti ini, Anda mungkin dengan mudah melukiskan, seperti apa besarnya betang.

Rumah Panjang atau Rumah Besar
Betang umumnya diterjemahkan sebagai “rumah panjang”. Tetapi dalam bahasa Dayak Ngaju, juga dikenal suatu istilah betang hai, sehingga dapat memberikan pemahaman bahwa betang dapat juga diterjemahkan sebagai “rumah besar”. Jika memperhatikan ukuran dimensi betang, maka terjemahan antara “rumah panjang” dan “rumah besar” dua-duanya bisa digunakan, tetapi dari segi dimensi yang dominan, terjemahan “rumah panjang” relatif lebih tepat dan juga penyebutan “rumah panjang” lebih cepat memberikan stimulus pada imajinasi tentang betang.
Dengan ukuran dimensi seperti disebutkan diatas, betang dapat menampung sampai 100-200 jiwa sehingga dapat menampung seluruh sanak keluarga. Dengan kondisi seperti ini, dimana seluruh sanak keluarga hidup dalam satu betang, maka betang dapat juga dikatakan sebagai rumah suku, yang dipimpin oleh seorang Bakas Lewu atau Kepala Suku.

Tipologi Betang
Kalau dibandingkan dengan bentuk rumah sekarang ini, memang banyak perbedaan menyolok. Bangunan betang ini ukurannya luas dan besar serta bertiang tinggi. Ada betang yang panjangnya sampai 100 meter, lebar sampai 30 meter dan tinggi sampai 4 meter. Dengan ukuran dimensi seperti ini, maka betang merupakan rumah yang sangat besar. Maksudnya dibuat betang seluas itu adalah agar seluruh sanak keluarga dapat berkumpul dalam satu betang. Dasar yang digunakan dalam penentuan tinggi betang yaitu tinggi orang menumbuk padi dengan mempergunakan alo/antan, sehingga pada saat menumbuk padi, alo/antan tidak sangkut pada lantai betang.
Di dalam rumah, terdapat kamar yang berpetak-petak. Dan di ruangan muka ada tempat menerima tamu atau tempat pertemuan. Biasanya tangga dan pintu rumah betang hanya satu yang terbuat dari kayu besi bulat panjang. Tangga ini dinamai hejan atau hecot. Dibelakang rumah ada balai kecil yang berfungsi sebagai tempat menyimpan lesung untuk menumbuk padi.
Bahan dasar betang umumnya atau kalo bisa dikatakan semuanya dari kayu besi (ulin = Eusideroxylon zwagery), yang dalam bahasa Dayak disebut tabalien atau bulin, mulai dari tiang, dinding sampai atapnya. Atap betang yang terbuat dari kayu ulin terkenal dengan nama sirap.

Bagian-Bagian Betang dan Bangunan Lainnya
Betang biasanya terdiri atas beberapa bagian penting, yaitu betang huma, artinya rumah atau bangunan utama sebagai tempat tidur, ruang (los) tempat tamu yang menginap, kemudian bagian dapur, yaitu bagian yang seolah-olah terpisah dari bagunan utama. Diantara bangunan utama dengan dapur, terdapat sautu bagian yang disebut karayan, yang berfungsi sebagai penghubung antara bangunan utama dengan bagian dapur. Baik bangunan utama, dapur dan karayan, tinggi tiang-tiangnya sama yaitu sekitar 2½ sampai 3 meter.
Bagian dapur tidak berbeda dengan bangunan rumah biasa, yaitu bisa bentuk segi empat atau juga bentuk memanjang. Luasnya lebih kecil dari bangunan utama, yaitu disekitar atau sejajar dengan panjang bangunan utama. Sedangkan karayan adalah semacam pelataran. Karayan berfungsi disamping sebagai penghubung antara dapur dengan bangunan utama (bangunan antara dapur dengan bangunan utama tidak berdempetan), juga sebagai tempat istirahat (santai) atau juga sebagai tempat menyimpan sementara hasil hutan. Betang hanya mempunyai satu dapur sehingga seluruh keluarga atau penghuni betang menggunakan dapur secara bergantian.
Selain itu, disekitar betang juga terdapat beberapa bangunan seperti kerangking, petahu dan sandung. Kerangking atau juga disebut jorong atau tukau adalah balai kecil yang biasanya berada disebelah belakang betang. Kerangking berfungsi sebagai tempat menyimpang alat-alat bertani atau berladang dan juga untuk menyimpan alu dan lisung. Petahu atau juga disebut pangantoho adalah rumah kecil yang berfungsi sebagai rumah pemujaan, biasanya berada di halaman depan betang. Sedangkan sandung adalah tempat menyimpan tulang-tulang kerabat yang telah meninggal dan telah mengalami proses upacara tiwah. Disamping itu, juga diterdapat sapundu yaitu patung berukuran tinggi yang berfungsi untuk tiang pengikat binatang-binatang yang akan dikorbankan pada saat upacara adat.

Susunan Huma dan Fungsinya
Dalam huma betang, terdapat ruangan-ruangan antara lain ruang/kamar tidur dan satu buah los. Ruangan tempat tidur dibuat berjejer, artinya setiap pintu kamar/ruang tidur, semuanya menghadap ke ruang los. Ruang los dibuat sepanjang bangunan utama, dengan lebar kira-kira ¼ lebar bangunan utama sedangkan ¾ bangunan utama seluruhnya dipergunakan sebagai ruang/kamar tidur. Luas kamar tidak tergantung kebutuhan, tetapi harus sama luasnya.
Fungsi ruang/kamar tidur sudah jelas sebagai kamar tidur satu keluarga. Semua harta dimasukkan dalam kamar tidur masing-masing. Sedangkan ruang los berfungsi sebagai tempat untuk menerima tamuaei (perantau) atau keluarga dari tempat jauh yang ingin menginap. Pada dinding di ruang los ditempel atau diletakkan beberapa kepala/tanduk manjangan, yang berfungsi sebagai tempat menggantungkan senjata tajam milik penginap, seperti mandau atau tombak.

Betang Sebagai Tempat Pertahanan
Dimensi betang yang umumnya tinggi mempunyai makna yang strategis. Umumnya suku Dayak membangun rumah disepanjang sungai dengan arah menghadap ke sungai. Kondisi seperti ini tentunya potensial untuk mengalami banjir. Dalam hal ini, maka salah satu tujuan dari tiang-tiang yang tinggi tersebut yaitu menghindari banjir yang mungkin terjadi. Selain itu, dengan kondisi yang tinggi tersebut juga dapat berfungsi tempat pertahanan dari musuh yang datang menyerang dengan tiba-tiba atau dari serangan binatang buas. Perlu dipahami bahwa dalam tradisi suku Dayak, penyerangan musuh dengan cara membakar rumah pada zaman dulu tidak ada atau pantang dilakukan sehingga serangan musuh dengan cara membakar rumah tidak akan terjadi.
Satu hal yang menarik yaitu bahwa dalam pembuatan daun pintu, dibuat sedemikian rupa sehingga untuk membuka dan menutup pintu digunakan tangan kiri. Hal ini dimaksudkan yaitu apabila ada tamu dengan maksud baik maka tangan kanan digunakan untuk mempersilahkan masuk tetapi apabila ada tamu dengan maksud jahat langsung menyerang maka tangan kanan dapat dengan lincah digunakan untuk menangkis serangan tersebut.

Nilai Estetika dan Etika
Nilai estetika betang selain pada tampilan dari luar, juga pada ukiran-ukiran yang ada pada setiap bangunan. Ukiran-ukiran ini diletakkan pada tempat-tempat yang dilihat seperti pada bubungan rumah, depan rumah, di atas jendela, di daun pintu, di ruang tamu dan lain-lain. Selain itu, nilai estetika juga dapat dengan mudah dilihat pada sapundu dan sandung yang biasanya terdapat di halaman depan rumah.
Sedangkan nilai etika atau tingkah laku dapat dilihat dari bahan-bahan tertentu yang digunakan dalam membuat bangunan. Untuk membangun tiang, sedapat-dapatnya dicari pohon kayu ulin yang telah berumur tua. Hal ini melambangkan kekuatan dan kesehatan sehingga diharapkan bangunan dapat bertahan lama dan jika sudah ditempati, penghuninya diharapkan senantiasa mendapat kesehatan baik. Ukiran pada bangunan umumnya melambangkan penguasa bumi, penguasa dunia atas dan dunia bawah, yang dilambang dengan ukiran burung tingang dan ukiran naga. Ukiran burung tingang dan naga masing-masing kepala harus horizontal yang dalam bahasa Dayak Ngaju disebut tanggar, tidak boleh menengadah sebab itu berarti naga atau burung tingang hanya mencari rejekinya untuk dirinya sendiri, tidak mendatangkan rejeki bagi penghuni rumah tersebut. Sebaliknya ukiran kepala burung tingang dan kepala naga tidak boleh tunduk sebab itu berarti akan membawa sial bagi penghuninya.

Benteng Budaya...
Betang merupakan suatu bentuk kehidupan komunal yang sangat unik. Suatu kehidupan komunal yang dibentuk dalam suatu interaksi antar anggota yang sangat tinggi. Bagaimanapun, sebagai contoh kasus dalam kehidupan kita sehari-hari, dalam kehidupan satu keluarga, interaksi antar anggota terkadang menghadirkan gesekan-gesekan antar anggota. Kehidupan di betang, yang sampai pada 200 jiwa merupakan suatu bentuk harmonisasi yang sangat indah dan luar biasa. Harmonisasi dalam kehidupan damai antara penghuni yang berbeda agama, keluarga, pekerjaan dapat hidup rukun, penuh semangat gotong royong merupakan suatu refleksi mendalam bagi kita, yang saat ini semakin mengarah ke individualisme yang tak terhingga.
Simbolisasi hanya satu tangga, hanya satu dapur menghidupi banyak keluarga berakar, bertumbuh dan bernuah dalam pola kehidupan yang seharusnya menjadi benteng melawan keegosian individualisme yang semakin subur.

...Yang Hampir Punah
Tapi sayang, seiring dengan hampir punahnya betang dalam bentuk fisik bangunan, betang dalam bentuk spirit budaya juga hampir punah. Seiring dengan modernisasi bangunan, betang kelak mungkin benar-benar punah tetapi adalah tanggung jawab kepada leluhur untuk mempertahankan semangat budaya betang. Sadarilah...bahwa di dalam individualisme kita selalu ada ruang kosong untuk komunalisme yang harus diisi.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Oi, achei seu blog pelo google está bem interessante gostei desse post. Gostaria de falar sobre o CresceNet. O CresceNet é um provedor de internet discada que remunera seus usuários pelo tempo conectado. Exatamente isso que você leu, estão pagando para você conectar. O provedor paga 20 centavos por hora de conexão discada com ligação local para mais de 2100 cidades do Brasil. O CresceNet tem um acelerador de conexão, que deixa sua conexão até 10 vezes mais rápida. Quem utiliza banda larga pode lucrar também, basta se cadastrar no CresceNet e quando for dormir conectar por discada, é possível pagar a ADSL só com o dinheiro da discada. Nos horários de minuto único o gasto com telefone é mínimo e a remuneração do CresceNet generosa. Se você quiser linkar o CresceNet(www.provedorcrescenet.com) no seu blog eu ficaria agradecido, até mais e sucesso. (If he will be possible add the CresceNet(www.provedorcrescenet.com) in your blogroll I thankful, bye friend).