Perjalananku ini yang kedua kalinya ke IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber (PT. Sarpatim), sebuah perusahaan yang bergerak pada bidang eksploitasi kayu. Siang itu Jumat tanggal 21 Desember 2007, Saya bersama pimpinan (atasan langsung dikantor red) dalam rangka tugas kedinasan pada perusahaan yang bersangkutan. Seperti pada perjalanan sebelumnya, kami berangkat dari Palangka Raya menuju Sampit melalui jalan darat yang ditempuh selama ± 4 jam dengan kendaraan roda empat. Sebenarnya jarak antara ibukota Provinsi Kalimantan Tengah ini (Palangka Raya) dengan ibukota Kabupaten Kotawaringin Timur (Sampit) tidak terlalu jauh (kurang dari 200 Km), namun karena kondisi jalan yang kurang baik menyebabkan jarak tempuh terasa jauh dan sangat membosankan. Tiba di Sampit, kami menginap semalam kemudian keesokan harinya baru akan melanjutkan perjalanan ke lokasi PT. Sarpatim.
Sekitar pukul 07.00 WIB, kami berangkat dari Sampit menggunakan travel langganan perusahaan. Pada Km 105 arah Sampit – Pangkalan Bun kendaraan yang kami tumpangi belok kanan menelusuri jalan perkebunan sawit. Sejauh mata memandang, nampak di kanan kiri sepanjang jalan menuju PT. Sarpatim yang dulunya hutan, sekarang telah berubah menjadi tanaman monokultur jenis kelapa sawit. Pemandangan ini menghiasi perjalanan kami sampai ke perbatasan areal PT. Sarpatim. Setelah menempuh waktu selama ± 5 jam perjalanan, sampailah kami di Bai Base Camp PT. Sarpatim. Seperti pada kedatangan sebelumnya, setelah melaporkan kedatangan kami, pihak managemen mengantar kami menuju guest house. Camp PT. Sarpatim ini sendiri menyerupai perkampungan ditengah hutan.
Kehidupan di camp perusahaan yang bergerak dibidang perkayuan pada umumnya, setiap hari karyawan dan karyawati sibuk dengan pekerjaan rutin sesuai bidang tugas masing-masing. Termasuk kami pada saat itu melaksanakan tugas kedinasan, sibuk dengan urusan kami yang didampingi oleh Kepala Perencanaan yang baru (pak Hani De Fretes) beserta beberapa karyawan yang telah ditugaskan oleh pihak managemen. Setelah dua hari kemudian, akhirnya tuntas jugalah pekerjaan kami.
Sore itu, kami duduk santai sambil menonton TV di ruang tengah guest house, nampak dari kejauhan karyawan dan karyawati silih berganti menuju tower penampungan air yang letaknya persis dibelakang dapur guest house. Saya bertanya pada Pak Eva yang kebetulan ikut nimbrung bersama kami diruang tengah. “Pak Eva, dari kemarin malam saya perhatikan, karyawan kok kalau sudah sore hari tiba bahkan sampai larut malam pada hilir mudik ke belakang dapur, memangnya sibuk apaan tuh pak?” tanyaku. Pak Eva menjawab “wah bapak belum tau ya kalo di belakang dapur tuh ada bocoran signal, mereka pada ngantri mo nelpon”. Dengan spontan saya kembali betanya “masa sih pak? jadi kita bisa nelpon ya? sejak kapan bisanya pak? delapan bulan yang lalu kan saya kesini belum ada tuh”, tanyaku dengan rasa penasaran. Sambil tersenyum pak Eva langsung mengajak saya menuju belakang dapur, dan ternyata memang di tower penampungan air persis dibelakang dapur sudah nampak ramai karyawan silih berganti turun naik tower dan sebagian berada diserambi belakang dapur dengan gaya masing-masing, ada yang posisi berdiri, jongkok bahkan ada yang duduk berusaha mencari bocoran signal agar bisa menelpon dengan menggunakan hand phone walaupun indikator signal sering tidak stabil, kadang muncul dan kadang hilang. Memang sedikit unik, karena begitu bergeser dari luasan area yang berukuran ± 4 M2 maka secara tiba-tiba indikator signal pada hand phone langsung hilang dan koneksipun terputus.
Awalnya sih saya cuma memperhatikan karyawan yang silih berganti mancari posisi bocoran signal. Namun untuk menghilangkan rasa penasaran, akhirnya sayapun mencoba mengaktifkan hand phone yang saya bawa sambil bertanya kepada pak Eva, “siapa sih pak yang pertama menemukan adanya bocoran signal disini?”. Pak Eva menceritakan awal ditemukannya bocoran signal pada area itu. Katanya, sekitar enam bulan yang lalu ada informasi bahwa tower pemancar relay Telkomsel dan Indosat sudah dibangun di daerah Rantau Pulut. Sejak saat itu, karyawan logging (sebutan bagi sopir truk longging) iseng-iseng mencoba mengaktifkan hand phone pada daerah-daerah yang tinggi diareal PT. Sarpatim. Namun seluruh daerah yang berbukit ataupun tempat-tempat yang tinggi telah didatangi tapi belum juga menemukan signal. Karyawan camp tidak pernah berharap banyak karena merekapun menyadari bahwa tempat mereka bekerja sebenarnya berada ditengah hutan belantara yang memang jauh dari kehidupan kota. Tak ada yang tahu pasti, tanggal berapa atau hari apa ataupun oleh siapa yang pertama kali menemukan bocoran signal di tower penampungan air belakang dapur guest house Bai Base Camp PT. Sarpatim itu.
Menurut cerita versi salah satu karyawan, awal mula ditemukannya bocoran signal itu dari kebiasaan beberapa karyawan berkumpul dan bersenda gurau diserambi belakang dapur atau bahkan diatas tower penampungan air, mendengarkan musik dari hand phone ketika senja tiba sambil menikmati pemandangan ke hutan yang luas seakan tiada bertepi. Seiring dengan selesainya pembangunan tower pemancar relay Telkomsel dan Indosat di daerah Rantau Pulut (salah satu kecamatan terdekat dengan areal PT. Sarpatim) kira-kira enam bulan yang lalu, karyawan yang tadinya memfungsikan hand phone hanya sebagai pemutar musik pada waktu luang ketika berada di camp, secara tidak sengaja melihat adanya signal yang muncul pada hand phone walaupun hanya sesaat dan kemudian hilang tidak ada lagi. Pada saat muncul signal, iseng-iseng dicoba untuk menelpon dan tenyata bisa walaupun suara terdengar kurang jelas karena putus-putus. Sejak saat itu, suasana tower penampungan air sampai dengan serambi belakang dapur guest house Bai Base Camp PT. Sarpatim selalu ramai dikala senja tiba bahkan sampai tengah malam. Karyawan ataupun tamu perusahaan silih berganti berusaha untuk berkomunikasi dengan keluarga, sanak saudara, teman bahkan relasi kerja melalui hand phone.
Sampai cerita asal muasal ditemukannya bocoran signal oleh Pak Eva selesai, ternyata pada hand phone saya belum terlihat adanya tanda-tanda signal yang muncul. Padahal orang-orang disekitar saya sudah pada asyik menelpon ataupun ber-sms ria. Saat itu baru saya menyadari bahwa hand phone yang menawarkan banyak fitur atau fasilitas multimedia ternyata kalah dengan hand phone sederhana yang cuma menawarkan fasilitas untuk menelpon dan sms dalam kondisi signal yang tidak stabil. Ada cara yang sedikit unik namun jitu diajarkan oleh karyawan camp dalam memperkuat penerimaan signal. Hand phone dimasukkan dalam gelas kosong. Entah teori dari mana atau teori apa yang bisa menjelaskan hal itu namun pada kenyataannya setelah mengikuti saran mereka yang sudah berpengalaman, tidak lama kemudian mulai muncul tulisan T-SEL pada layar hand phone saya yang diikuti dengan adanya muncul satu trip pada indikator penerimaan signal. Akhirnya sayapun bisa menikmati layanan bocoran signal ditengah hutan belantara, dimana orang-orang di Bai Base Camp PT. Sarpatim ini menyebutnya pojok signal. Dan tentunya bahwa suatu hari, di pojok manapun di belahan nusantara, signal bukan lagi bocoran tetapi menjadi suatu aliran yang tiada henti guna lalulintas komunikasi. Sehingga, dihutan, dimanapun, dunia akan selalu dalam genggaman, dalam sebuah hand phone. Ya, begitulah......
Kamis, 03 April 2008
PoJOk SigN@L di PT. SARPATIM
Label: padang himba
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
4 komentar:
Jadi ingat dulu.... sewaktu tower Tsel belum masuk kedaerah kampungku...!!! kebetulan sebagai anak kampung yang udah lama merantau tentu saja komunikasi hape sangat penting.... terpaksa kalo mo nelp (kl lagi plg kampung) harus naik ke bukit belakang rumah.... Tpiyangmengherankan telp rumah malh terpasang dirumah... (aneh gak/) tapi itu masalalu, semenjak era sekarang dimana mobile phone menjadi kebutuhan sambil nongkrong merokok di tengah ladang pun kita msih bisa sms kok.... aaahh... peradaban berjalan sangatlah cepat...!!!
nama saya nuki(cowok jowo) kuliah di malang,ayah dan ibu saya bekerja di perusahaan PT SARPATIM TIMBER sejak tahun 1984, kalau abang main main, main aja kerumah saya di kabuhan, kabuhan itu masih 30 km dari BBC, ABANG TAUKAN BBC.SALAM KENEL DARI nuki,sekarang saya masih kuliah di malang,kalau di BBC cari aja paman saya namanya(lek par endek)maksud nya paman pardi pendek dia dibagian mekanik bengkel di BBC.
Askum.Salam lestari. Adakah yg tau no hp buhan sarpatim?Pa eva,bang susul?Wan buhan kipan A antang? Tlong plis? By iqbal@fahutan-unlam.ac.id
Saya pernah berada pada situasi itu, dimana masyarakat sarpatim pada berbarengan mencari sinyal di tower dapur nya Pak Dhe dan Mbak Nur.Sungguh kenangan yg tak terlupakan :) Sepertinya saya lah yg setiap hari pulang paling malam dr tower itu, kadang sampai jam 1 atau 2 malam, padahal jam 7 pagi harus sudah siap di lapangan bersama Kabag Litbang (Mr Poltax), bayngkan capeknya :p Tapi smua itu tidak mjdi kendala, sy tetap semangat kerja!!! Karena komunikasi dgn keluarga memunculkan semangat kerja. So mudah2 an sinyal di SARPATIM sdh smkn kuat dan merata. Salam dariku untuk Sahabat sahabat SARPATIM tercinta :)
Posting Komentar